Instan, bersih dan lebih bergengsi menjadi deretan alasan mengapa masyarakat lebih menyukai berbelanja di minimarket dibandingkan dengan toko kelontong ataupun warung. Tetapi, fenomena menjamurnya minimarket yang seakan ‘menjemput bola’ ternyata tidak menyurutkan eksistensi mereka. Laksana Legenda David dan Goliath, pertarungan eksistensi antara minimarket dan toko kelontong atau warung pun sepertinya akan berlangsung lama dan seru.
Minimarket, Keperkasaan Sang Goliath
Minimarket benar-benar menggurita ke setiap sudut kota Makassar. Permukiman padat penduduk menjadi target lokasi ideal. Minimarket menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini disebabkan lokasi minimarket kini lebih dekat dengan masyarakat luas. Sehingga tak mengherankan pertumbuhan gerai-gerai minimarket di berbagai daerah di Indonesia melonjak tajam.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin Mailool di sebuah media nasional menjelaskan, pertumbuhan minimarket lebih tinggi diban-dingkan hipermarket dan supermarket merupakan hal wajar. Pasalnya, investasinya murah, lokasinya fleksibel, pertumbuhan franchise itu bisa dikembangkan oleh semua orang. Minimarket dibutuhkan oleh masyarakat karena pola konsumsi yang sedikit demi sedikit mulai berubah.
Lembaga riset Nielsen mencatat, pertumbuhan minimarket sepanjang 2010 lalu meningkat 42 persen menjadi 16.922 unit dibanding tahun sebelumnya sebesar 11.927 unit. Saat ini di seluruh Indonesia minimarket nyaris me-nembus angka 17 ribu. Data Nielsen juga menunjukkan toko atau pasar tradisional di kota besar dan pedesaan menurun masing-masing 2 - 4 persen di 2010.
Di Makassar sendiri saat ini sudah terdapat 83 minimarket yang mengantongi izin dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Alfamart merupakan peritel dengan jumlah izin terbanyak mencapai 46 gerai.
Dalam hal berbelanja, konsumen mulai mencari pengalaman berbelanja yang lebih. Kenyamanan pada saat berbelanja juga disinyalir mempengaruhi perilaku belanja kosumen. Tantangan bagi peritel melakukan pembenahan dalam hal kualitas layanan dan kebersihan dari gerai tempatnya berdagang.
Masih berdasarkan data Nielsen, pada saat ini, total jumlah toko di Indonesia mencapai 2,524 juta gerai. Sebesar 57 persen di antaranya masih terkonsentrasi di pulau Jawa, sedangkan 22 persen di Sumatera dan 21 persen di pulau lainnya. “Jumlah toko di Indonesia tertinggi kedua setelah India. Di ASEAN, jumlah toko Indonesia tertinggi.
Keberadaan minimarket mau tidak mau memang kita butuhkan. Harga yang lebih murah untuk beberapa produk, nyaman, dan lengkap juga tentu menjadi alasan kita untuk berbelanja di sana. Kita memang butuh minimarket. Namun, kita bisa berbagi belanja borongan kita saat gajian, dengan juga menyisihkan beberapa persen untuk berbelanja di toko kelontong. Persentasenya tentu proporsional dalam jumlah yang tidak terlalu kecil.
Toko Kelontong & Warung, ‘Kecil-Kecil Cabe Rawit’
Ditengah gempuran kehadiran minimarket yang membawa berbagai kelebihan ternyata toko kelontong dan warung masih mampu eksis. Kecil-kecil cabe rawit mungkin istilah yang patut disematkan pada keberadaan mereka, yang meskipun bentuk, omzet dan lokasinya kecil tetapi tetap mampu berdiri dan memiliki pelanggan-pelanggan yang loyal.
Eksistensi mereka didukung pula oleh loyalitas konsumen yang tetap memilih berbelanja di toko kelontong dan warung dibandingkan dengan minimarket. Maya misalnya, seorang mahasiswa di perguruan tinggi swasta yang lebih menyukai berbelanja kebutuhan dasar di warung daripada minimarket. Alasannya sederhana, harga yang kompetitif, kelengkapan barang dan lokasinya yang berada dekat dari tempat tinggalnya menjadi alasan utama.
“Jika dibandingkan dengan minimarket, beberapa barang di warung dan toko kelontong lebih murah dan juga ukuran produknya lebih beragam. Misalnya saja untuk shampoo yang memiliki beragam ukuran hingga yang sachet dapat dengan mudah kita beli di warung, sebab tidak mungkin hanya untuk se-sachet shampoo saja kita mesti ke minimarket,” paparnya. Ditambahkannya pula, bahwa jika di warung dirinya tak perlu bersusah payah mencari barang sebab si pemilik warung akan dengan senang hati mengambilkan.
Hanya saja, wanita berkerudung ini juga sekali-kali berbelanja di minimarket untuk membeli barang-barang yang tidak tersedia di warung, misalkan buah dan makanan segar. Se-bagai salah satu konsumen loyal toko kelontong dan warung, dirinya berharap agar pemerintah dapat lebih menertibkan kehadiran minimarket agar tidak menggerus keberadaan para pedagang kecil.
Hal berbeda diungkapkan oleh Nurbaya, pemilik toko kelontong dibilangan Abdullah Daeng Sirua. Menurutnya keberadaan minimarket bukan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup toko kelontongnya. Dicontohkannya bahwa sejak kehadiran minimarket beberapa bulan belakangan ini jumlah omzet dan pelanggannya tidak mengalami penurunan, jikapun ada jumlahnya tidaklah begitu besar.
“Bahkan pernah ada satu minimarket yang menawari saya untuk mengubah toko saya menjadi minimarket dengan pembiayaan dan iming-iming kelebihan tertentu, tetapi saya tidak tertarik. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan kami sebagai toko kelontong pun ternyata dilirik oleh manajemen minimarket,” ujar ibu enam orang anak ini. Ditambahkannya pula bahwa keberadaan minimarket bukanlah sebagai pesaing tetapi lebih kepada partner, yang mana dapat sebagai pembanding harga bagi masyarakat. “Dengan adanya minimarket dapat dijadikan sebagai pembanding bagi masyarakat, oleh karenanya kami senantiasa menjaga harga barang dibawah dari harga yang ditawarkan oleh minimarket, tanpa adanya penurunan keuntungan dan omzet,” tutupnya.
Zonasi Minimarket Akan Diatur Pemkot
Menjamurnya ritel minimarket di Makassar sejak tahun lalu ternyata menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah kota yang akan mengatur bisnis ini setelah menerbitkan izin atas 83 unit usaha minimarket. Pengaturan atau zonasi ini sesuai dengan Peraturan Daerah No. 15/2009 tentang Perlindungan Pasar Tradisional. Namun, saat ini penentuan zonasi ini masih dikaji dan dikoordinasikan dengan beberapa dinas terkait. Zonasi ini akan memuat radius minimarket dan pengkalsifikasian peritel baik kecil, sedang dan besar dalam satu kawasan tertentu di kota ini. Diusahakan zonasi ini akan diterbitkan ditahun ini juga.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Makassar, Suwiknyo Hardjo mengungkapkan bahwa keberadaan minimarket dikota ini ternyata turut memberi dampak positif terhadap pengendalian inflasi, karena bila barang kebutuhan pokok di daerah tiba-tiba menurun maka minimarket memiliki peran dalam menjaga stabilitas harga. Disamping itu, juga dapat menyerap banyak tenaga kerja bahkan mampu membantu peritel lokal dari sisi suplai barang.
(Sumber : www.makassarkota.go.id).
PERATURAN
Posisi minimarket berdasarkan Peraturan Menteri perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 tertanggal 12 Desember 2008.
Dijelaskan bahwa Usaha Toko Modern dengan modal dalam negeri 100% adalah:
a. Minimarket dengan luas lantai penjualan kurang dari 400 m2.
b. Supermarket dengan luas lantai penjualan kurang dari 1.200 m2.
c. Department Store dengan luas lantai penjualan kurang dari 2.000 m2.
Dengan aturan itu, maka supermarket yang luasnya 1.200 m2 ke atas boleh dimiliki asing. Kriteria minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang Minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian barang ke outlet yang merupakan jaringannya.
Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut:
a. Minimarket, kurang dari 400 m2.
b. Supermarket, 400 m2 sampai dengan 5.000 m2
c. Hypermarket, lebih dari 5.000 m2.
d. Department Store, lebih dari 400 m2.
e. Perkulakan, lebih dari 5.000 m2.
Pendirian Minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan:
1. Kepadatan penduduk
2. Perkembangan pemukiman baru
3. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas)
4. Dukungan / ketersediaan infrastruktur dan
5. Keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko diwilayah sekitar
yang lebih kecil daripada Minimarket tersebut.
Pendirian Minimarket diutamakan untuk diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket dimaksud. (Makassar Terkini)
Minimarket, Keperkasaan Sang Goliath
Minimarket benar-benar menggurita ke setiap sudut kota Makassar. Permukiman padat penduduk menjadi target lokasi ideal. Minimarket menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini disebabkan lokasi minimarket kini lebih dekat dengan masyarakat luas. Sehingga tak mengherankan pertumbuhan gerai-gerai minimarket di berbagai daerah di Indonesia melonjak tajam.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin Mailool di sebuah media nasional menjelaskan, pertumbuhan minimarket lebih tinggi diban-dingkan hipermarket dan supermarket merupakan hal wajar. Pasalnya, investasinya murah, lokasinya fleksibel, pertumbuhan franchise itu bisa dikembangkan oleh semua orang. Minimarket dibutuhkan oleh masyarakat karena pola konsumsi yang sedikit demi sedikit mulai berubah.
Lembaga riset Nielsen mencatat, pertumbuhan minimarket sepanjang 2010 lalu meningkat 42 persen menjadi 16.922 unit dibanding tahun sebelumnya sebesar 11.927 unit. Saat ini di seluruh Indonesia minimarket nyaris me-nembus angka 17 ribu. Data Nielsen juga menunjukkan toko atau pasar tradisional di kota besar dan pedesaan menurun masing-masing 2 - 4 persen di 2010.
Di Makassar sendiri saat ini sudah terdapat 83 minimarket yang mengantongi izin dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Alfamart merupakan peritel dengan jumlah izin terbanyak mencapai 46 gerai.
Dalam hal berbelanja, konsumen mulai mencari pengalaman berbelanja yang lebih. Kenyamanan pada saat berbelanja juga disinyalir mempengaruhi perilaku belanja kosumen. Tantangan bagi peritel melakukan pembenahan dalam hal kualitas layanan dan kebersihan dari gerai tempatnya berdagang.
Masih berdasarkan data Nielsen, pada saat ini, total jumlah toko di Indonesia mencapai 2,524 juta gerai. Sebesar 57 persen di antaranya masih terkonsentrasi di pulau Jawa, sedangkan 22 persen di Sumatera dan 21 persen di pulau lainnya. “Jumlah toko di Indonesia tertinggi kedua setelah India. Di ASEAN, jumlah toko Indonesia tertinggi.
Keberadaan minimarket mau tidak mau memang kita butuhkan. Harga yang lebih murah untuk beberapa produk, nyaman, dan lengkap juga tentu menjadi alasan kita untuk berbelanja di sana. Kita memang butuh minimarket. Namun, kita bisa berbagi belanja borongan kita saat gajian, dengan juga menyisihkan beberapa persen untuk berbelanja di toko kelontong. Persentasenya tentu proporsional dalam jumlah yang tidak terlalu kecil.
Toko Kelontong & Warung, ‘Kecil-Kecil Cabe Rawit’
Ditengah gempuran kehadiran minimarket yang membawa berbagai kelebihan ternyata toko kelontong dan warung masih mampu eksis. Kecil-kecil cabe rawit mungkin istilah yang patut disematkan pada keberadaan mereka, yang meskipun bentuk, omzet dan lokasinya kecil tetapi tetap mampu berdiri dan memiliki pelanggan-pelanggan yang loyal.
Eksistensi mereka didukung pula oleh loyalitas konsumen yang tetap memilih berbelanja di toko kelontong dan warung dibandingkan dengan minimarket. Maya misalnya, seorang mahasiswa di perguruan tinggi swasta yang lebih menyukai berbelanja kebutuhan dasar di warung daripada minimarket. Alasannya sederhana, harga yang kompetitif, kelengkapan barang dan lokasinya yang berada dekat dari tempat tinggalnya menjadi alasan utama.
“Jika dibandingkan dengan minimarket, beberapa barang di warung dan toko kelontong lebih murah dan juga ukuran produknya lebih beragam. Misalnya saja untuk shampoo yang memiliki beragam ukuran hingga yang sachet dapat dengan mudah kita beli di warung, sebab tidak mungkin hanya untuk se-sachet shampoo saja kita mesti ke minimarket,” paparnya. Ditambahkannya pula, bahwa jika di warung dirinya tak perlu bersusah payah mencari barang sebab si pemilik warung akan dengan senang hati mengambilkan.
Hanya saja, wanita berkerudung ini juga sekali-kali berbelanja di minimarket untuk membeli barang-barang yang tidak tersedia di warung, misalkan buah dan makanan segar. Se-bagai salah satu konsumen loyal toko kelontong dan warung, dirinya berharap agar pemerintah dapat lebih menertibkan kehadiran minimarket agar tidak menggerus keberadaan para pedagang kecil.
Hal berbeda diungkapkan oleh Nurbaya, pemilik toko kelontong dibilangan Abdullah Daeng Sirua. Menurutnya keberadaan minimarket bukan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup toko kelontongnya. Dicontohkannya bahwa sejak kehadiran minimarket beberapa bulan belakangan ini jumlah omzet dan pelanggannya tidak mengalami penurunan, jikapun ada jumlahnya tidaklah begitu besar.
“Bahkan pernah ada satu minimarket yang menawari saya untuk mengubah toko saya menjadi minimarket dengan pembiayaan dan iming-iming kelebihan tertentu, tetapi saya tidak tertarik. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan kami sebagai toko kelontong pun ternyata dilirik oleh manajemen minimarket,” ujar ibu enam orang anak ini. Ditambahkannya pula bahwa keberadaan minimarket bukanlah sebagai pesaing tetapi lebih kepada partner, yang mana dapat sebagai pembanding harga bagi masyarakat. “Dengan adanya minimarket dapat dijadikan sebagai pembanding bagi masyarakat, oleh karenanya kami senantiasa menjaga harga barang dibawah dari harga yang ditawarkan oleh minimarket, tanpa adanya penurunan keuntungan dan omzet,” tutupnya.
Zonasi Minimarket Akan Diatur Pemkot
Menjamurnya ritel minimarket di Makassar sejak tahun lalu ternyata menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah kota yang akan mengatur bisnis ini setelah menerbitkan izin atas 83 unit usaha minimarket. Pengaturan atau zonasi ini sesuai dengan Peraturan Daerah No. 15/2009 tentang Perlindungan Pasar Tradisional. Namun, saat ini penentuan zonasi ini masih dikaji dan dikoordinasikan dengan beberapa dinas terkait. Zonasi ini akan memuat radius minimarket dan pengkalsifikasian peritel baik kecil, sedang dan besar dalam satu kawasan tertentu di kota ini. Diusahakan zonasi ini akan diterbitkan ditahun ini juga.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Makassar, Suwiknyo Hardjo mengungkapkan bahwa keberadaan minimarket dikota ini ternyata turut memberi dampak positif terhadap pengendalian inflasi, karena bila barang kebutuhan pokok di daerah tiba-tiba menurun maka minimarket memiliki peran dalam menjaga stabilitas harga. Disamping itu, juga dapat menyerap banyak tenaga kerja bahkan mampu membantu peritel lokal dari sisi suplai barang.
(Sumber : www.makassarkota.go.id).
PERATURAN
Posisi minimarket berdasarkan Peraturan Menteri perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 tertanggal 12 Desember 2008.
Dijelaskan bahwa Usaha Toko Modern dengan modal dalam negeri 100% adalah:
a. Minimarket dengan luas lantai penjualan kurang dari 400 m2.
b. Supermarket dengan luas lantai penjualan kurang dari 1.200 m2.
c. Department Store dengan luas lantai penjualan kurang dari 2.000 m2.
Dengan aturan itu, maka supermarket yang luasnya 1.200 m2 ke atas boleh dimiliki asing. Kriteria minimarket adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di bidang Minimarket melalui satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian barang ke outlet yang merupakan jaringannya.
Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut:
a. Minimarket, kurang dari 400 m2.
b. Supermarket, 400 m2 sampai dengan 5.000 m2
c. Hypermarket, lebih dari 5.000 m2.
d. Department Store, lebih dari 400 m2.
e. Perkulakan, lebih dari 5.000 m2.
Pendirian Minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan:
1. Kepadatan penduduk
2. Perkembangan pemukiman baru
3. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas)
4. Dukungan / ketersediaan infrastruktur dan
5. Keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko diwilayah sekitar
yang lebih kecil daripada Minimarket tersebut.
Pendirian Minimarket diutamakan untuk diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket dimaksud. (Makassar Terkini)