Laporan Masyarakat Transparansi Sulawesi Selatan kepada kepolisian perihal dugaan adanya rekayasa dalam seleksi penerimaan calon pegawai negeri di Selayar dianggap bermotif dendam. “Tidak ada rekayasa penerimaan. Itu laporan keliru,” ujar kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Selayar, Muhammad Asfah A. Gau, kemarin.
Menurut Asfah, laporan pemalsuan hasil tes calon pegawai Selayar itu merupakan pengaduan pribadi dari salah satu anggota lembaga swadaya masyarakat tersebut. “Jadi bukan laporan resmi lembaga. Kuat diduga laporan itu didasari balas dendam,” ujar dia.
Asfah mengungkapkan, “Bahtiar Sappe adalah adik Muhammad Arsyad, yang dipecat saat menjabat Ketua Badan Kepegawaian Daerah Selayar tahun lalu. Itu laporan pribadi, bukan atas nama Masyarakat Transparansi.”
Sebenarnya, Asfah melanjutkan, keluarga tidak terima Arsyad dipecat, sehingga melakukan serangan kepada Badan Kepegawaian Daerah, yang kini dipimpin Basok Lewa. “Mereka menebar isu bahwa hasil tes penerimaan pegawai direkayasa dan sarat dengan sogokan. Isu itu menimbulkan efek luar biasa terhadap masyarakat Selayar. Kami harus meluruskan ini,” ucapnya.
Asfah balik menuding bahwa laporan itu bukan berdasarkan fakta, melainkan tuduhan sepihak. Buktinya, tanda tangan peserta tes tidak palsu. Tanda tangan itu kebetulan tidak sama dengan yang tertera di atas kertas absensi dan lembar jawaban. “Bisa saja nama peserta pada lembar absen tidak ditulis lengkap seperti di lembar jawaban. Kami kira ini ada kesengajaan mencari-cari kesalahan,” ujar dia.
Bantahan ini, Asfah mengatakan, bukan bertujuan menyerang balik Bahtiar Sappe. “Pemerintah Selayar tidak melayani dendam, kami hanya ingin beri fakta sebenarnya,” kata dia. Dari semua proses seleksi, menurut Asfah, tidak ada celah untuk mengubah atau memalsukan tanda tangan pejabat Badan Kepegawaian Daerah. “Pengawalan polisi sangat ketat. Penetapan oleh bupati juga dikawal.”
Bahtiar ketika dimintai konfirmasi Tempo mengatakan laporan itu tidak ada kaitannya dengan pemecatan kakaknya, Arsyad, dan unsur dendam terhadap Pemerintah Kabupaten Selayar. Laporan kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat pada 9 Maret lalu itu murni temuan.
“Semua pejabat yang terlibat dalam verifikasi itu membenarkan ada pemalsuan tanda tangan dan identitas, ” kata dia. “Scoring Universitas Indonesia tidak sama dengan hasil verifikasi. Tidak mungkin ada data tidak cocok lantas diluluskan,” kata dia. Penerimaan pegawai ini berlangsung akhir tahun lalu.
Koordinator Masyarakat Transparansi Selayar, Syuaib Rewata, juga membantah institusinya punya dendam. Pada 8 Maret, dia mengaku dikeroyok oleh sejumlah orang tak dikenal di Jalan Perkebunan, Makassar. Sebelumnya, intimidasi kerap menimpa anggotanya selama Februari lalu. “Pengeroyok itu memakai topeng.” (*/LBH Makassar.org/R)
Menurut Asfah, laporan pemalsuan hasil tes calon pegawai Selayar itu merupakan pengaduan pribadi dari salah satu anggota lembaga swadaya masyarakat tersebut. “Jadi bukan laporan resmi lembaga. Kuat diduga laporan itu didasari balas dendam,” ujar dia.
Asfah mengungkapkan, “Bahtiar Sappe adalah adik Muhammad Arsyad, yang dipecat saat menjabat Ketua Badan Kepegawaian Daerah Selayar tahun lalu. Itu laporan pribadi, bukan atas nama Masyarakat Transparansi.”
Sebenarnya, Asfah melanjutkan, keluarga tidak terima Arsyad dipecat, sehingga melakukan serangan kepada Badan Kepegawaian Daerah, yang kini dipimpin Basok Lewa. “Mereka menebar isu bahwa hasil tes penerimaan pegawai direkayasa dan sarat dengan sogokan. Isu itu menimbulkan efek luar biasa terhadap masyarakat Selayar. Kami harus meluruskan ini,” ucapnya.
Asfah balik menuding bahwa laporan itu bukan berdasarkan fakta, melainkan tuduhan sepihak. Buktinya, tanda tangan peserta tes tidak palsu. Tanda tangan itu kebetulan tidak sama dengan yang tertera di atas kertas absensi dan lembar jawaban. “Bisa saja nama peserta pada lembar absen tidak ditulis lengkap seperti di lembar jawaban. Kami kira ini ada kesengajaan mencari-cari kesalahan,” ujar dia.
Bantahan ini, Asfah mengatakan, bukan bertujuan menyerang balik Bahtiar Sappe. “Pemerintah Selayar tidak melayani dendam, kami hanya ingin beri fakta sebenarnya,” kata dia. Dari semua proses seleksi, menurut Asfah, tidak ada celah untuk mengubah atau memalsukan tanda tangan pejabat Badan Kepegawaian Daerah. “Pengawalan polisi sangat ketat. Penetapan oleh bupati juga dikawal.”
Bahtiar ketika dimintai konfirmasi Tempo mengatakan laporan itu tidak ada kaitannya dengan pemecatan kakaknya, Arsyad, dan unsur dendam terhadap Pemerintah Kabupaten Selayar. Laporan kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat pada 9 Maret lalu itu murni temuan.
“Semua pejabat yang terlibat dalam verifikasi itu membenarkan ada pemalsuan tanda tangan dan identitas, ” kata dia. “Scoring Universitas Indonesia tidak sama dengan hasil verifikasi. Tidak mungkin ada data tidak cocok lantas diluluskan,” kata dia. Penerimaan pegawai ini berlangsung akhir tahun lalu.
Koordinator Masyarakat Transparansi Selayar, Syuaib Rewata, juga membantah institusinya punya dendam. Pada 8 Maret, dia mengaku dikeroyok oleh sejumlah orang tak dikenal di Jalan Perkebunan, Makassar. Sebelumnya, intimidasi kerap menimpa anggotanya selama Februari lalu. “Pengeroyok itu memakai topeng.” (*/LBH Makassar.org/R)